Warga Perbatasan di NTT Cari Sinyal Ponsel di Atas Pohon
Masyarakat Amfoang Timur di Kabupaten Kupang,
Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berbatasan dengan wilayah kantung
(enclave) Timor Leste, Oecusse harus memanjat pohon untuk mendapatkan
sinyal dari operator langganannya ,Telkomsel.
"Di wilayah Amfoang
Timur belum ada tower BTS (Base Transceiver Station) sehingga untuk
berkomunikasi lewat telepon selular, kami harus panjat pohon dulu," ujar
Camat Amfoang Timur Anisitus Kase di pusat pemerintahan Kabupaten Kupang di Oelamasi, seperti dikutip dari Antara, Senin (15/8/2016).
BTS
merupakan suatu elemen dalam jaringan seluler (cell network) yang
berperan penting sebagai pemancar dan penerima sinyal dari handphone
pengguna (MS/mobile station).
Sebagian besar wilayah perbatasan
Indonesia yang berbatasan dengan Timor Leste belum terpasang BTS
sehingga untuk berkomunikasi lewat telepon seluler harus memanjat pohon
untuk mendapat sinyal dari operator.
Masyarakat di wilayah
perbatasan yang menggunakan telepon genggam, umumnya terkena roaming
internasional dari Timor Telkom, operator milik Timor Leste, baik
roaming panggilan, SMS (layanan pesan singkat) maupun roaming data. Untuk menghindari terjadinya roaming internasional, masyarakat di
perbatasan RI-Timor Leste, seperti di Amfoang Timur itu terpaksa harus
panjat pohon atau mendaki wilayah perbukitan agar bisa mendapatkan
sinyal dari Telkomsel Indonesia.
"Kami tidak hanya mengalami
persoalan komunikasi, tetapi juga infrastruktur jalan dan jembatan,
sehingga masyarakat kami benar-benar merasa belum merdeka, padahal
Indonesia tahun ini sudah 71 tahun merayakan kemerdekaannya," ujar Camat
Anisitus Kase.
Dia mempertanyakan adanya prioritas pembangunan
di wilayah perbatasan negara yang terus dikumandangkan oleh pemerintah
pusat, tetapi sampai sekarang bias pembangunan belum juga sampai ke
tapal batas.
Sementara itu, Trainus Kameo, salah seorang warga
Naikliu di wilayah Amfoang Timur, juga mengaku kesulitan untuk bisa
berkomunikasi melalui telepon genggam selama berada di Naikliu, Kupang, karena tidak ada jaringan BTS di sana.
"Masalah
komunikasi menjadi persoalan di Amfoang Timur, sekalipun satu tower BTS
milik Telkomsel sudah dibangun di sana sejak tahun 2015, namun tidak
berfungsi sampai sekarang," tutur Trainus.
"Kalau tower itu sudah
berfungsi maka kami tidak mungkin lagi memanjat pohon atau mencari
daerah ketinggian untuk mencari sinyal Telkomsel Indonesia," ujar dia.
Ia mengatakan, sinyal dari Telkom Timor milik Timor Leste cukup kuat, namun konsekuensinya harus terkena roaming internasional.
"Sekali
SMS, Rp 3.000 langsung lenyap, apalagi telepon. Isi pulsa Rp 100.000
langsung ludes dalam waktu seketika," keluh Trainus.